Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Selasa, 26 Februari 2013

Dari seorang bocah penggembala...

Seputar amanah, ada kisah menarik yang mungkin bisa dijadikan referensi untuk merefleksi diri pribadi kita. Sering kita mendengar orang bicara mengenai amanah, tapi prakteknya ibarat panggang jauh dari api. Oleh karena itu, kisah yang akan saya angkat nanti semoga saja bisa menjadi bahan untuk memupuk pemahaman mengenai makna dan nilai yang terkandung dari amanah itu sendiri. Ditengah krisis kepercayaan masyarakat kita kepada para pemegang amanah. Harapan saya kedepan, akan lahir sosok pemimpin yang benar-benar memahami amanah dalam kontek kekuasaan sehingga ia benar-benar bertanggung jawab untuk menjaga amanah tersebut, bukan malah membanggakan dirinya dengan kekuasaan dan kehormatan yang sebenarnya hanyalah ujian baginya. Kisah ini saya ambil dari indahnya uswah khasanah periode para sahabat Nabi Muhammad SAW. Abdullah bin Umar, beliau adalah putera dari Umar Bin Khatab yang terkenal memiliki kealiman (tinggi ilmu) dan kezuhudannya (sederhana).

Suatu ketika dalam sebuah perjalanan, beliau bertemu dengan seorang bocah penggembala kambing. Kemudian beliau menghampiri bocah tersebut dan terjadilah dialog diantara keduanya. Abdullah bin Umar berkata kepada penggembala tersebut. "Hai penggembala, bolehkah aku membeli seekor kambing yang sedang kau gembalakan ini? aku sedang kehabisan bekal."
"Maaf Tuan, aku tidak bisa menjualnya. Aku hanyalah seorang budak yang menggembalakan kambing-kambing ini. Aku tidak bisa menjualnya. Kambing-kambing ini bukan milikku tetap milik majikanku, Tuan," Jawab penggembala itu.
"Ah bagiku, itu masalah sepele. Begini saja, kau jual seekor saja kambingmu itu padaku. Bukankah kambing yang kau jaga ini sangat banyak?, tentu akan tidaklah mudah bagi tuanmu untuk menghitung jumlahnya. Atau seandainya saja dia tahu ada seekor kambing yang berkurang, bilang saja kepada majikanmu bahwa kambing itu telah dimangsa serigala padang pasir. Mudah sekali bukan? Kaupun bisa menikmati uangnya, wahai anak muda." Bujuk Abdullah bin Umar dengan serius.
Bocah itupun menjawab perkataan Umar "Lalu, dimana Allah? Majikanku memang tidak akan tahu dan bisa saja aku bohongi, tetapi ada Dzat Maha Mengetahui, Allah tidak tidur. Allah pasti melihat apa yang kita lakukan. Apa kau kira Allah itu tidak ada?" Jawab penggembala itu dengan mantap dan lantang. Tentu saja jawaban itu membuat Abdullah bin Umar tersentak kaget. Ia tidak pernah menyangka bahwa ia akan menemui seorang bocah yang cukup amanah dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT (Muroqobatulloh).
"Majikanku tidak pernah memberi kuasa kepadaku untuk menjual kambing-kambing ini. Beliau hanya memperbolehkan aku untuk menggembalanya dan memerah air susunya ketika aku membutuhkannya dan memberi minum para musafir yang kehausan." sambung bocah itu lagi.
Kemudian anak itu kembali berkata," Minumlah Tuan, sepertinya anda kehausan. Jika masih kurang bisa tambah lagi. Jangan kuatir, susu ini halal. Allah tahu bahwa susu ini halal karena pemiliknya sudah menyuruhku memberi setiap musafir yang membutuhkannya."Tutur penggembala itu dengan wajah yang ramah.

Abdullah bin Umar pun meminum susu itu dengan perasaan terharu. Matanya teduh menatap anak muda itu. Ia merasa sangat beruntung karena masih bisa menjumpai seorang bocah dengan akhlak yang begitu mulia seperti penggembala itu. Diapun menikmati seteguk demi seteguk air susu kambing yang diberikan oleh penggembala itu hingga rasa hausnya hilang. Setelah itu beliaupun pamit untuk melanjutkan perjalanannya.
Dalam perjalanannya, Abdullah bin Umar tidak bisa menyembunyikan tangisnya, teringat kata-kata penggembala itu,"Lalu, dimana Allah? Majikanku memang tidak akan tahu dan bisa saja aku bohongi, tetapi ada Dzat Maha Mengetahui, Allah tidak tidur. Allah pasti melihat apa yang kita lakukan. Apa kau kira Allah itu tidak ada?".

Pada suatu hari Abdullah bin Umar menemui majikan si penggembala yang kemarin beliau temui. Setelah cukup lama berbicara, Abdullah bin Umar pun segera mengutarakan niatnya bahwa ia ingin membeli budak itu dan langsung memerdekakannya.
Dari kisah diatas, ada beberapa mutiara hikmah yang bisa kita ambil. Diantaranya adalah :
1. Kisah diatas mungkin sudah cukup langka kita temui di jaman seperti sekarang ini
2. Nilai kebaikan itu ternyata bisa kita dapat dari siapapun, kapanpun dan dimanapun tempatnya
3. Kisah yang sangat sederhana, tetapi akan luar biasa andaikan kita mau mengambil dan mempraktekannya
4. Seorang pemimpin yang dekat dengan rakyatnya
5. Memberikan dasar kepada kita makna sebuah amanah dan kepercayaan,"Lalu, dimana Allah SWT?"

0 comments:

Posting Komentar

 

Pengunjung

free counters

Tayangan