Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Selasa, 28 Agustus 2012

Episode sebuah hati

Gempita lebaran tlah berlalu dengan pasti, suasana jalan kampung yang sebelumnya hingar bingar perlahan meredup, kembali kepada suasana kempung yang sebenarnya. Mendung yang sebelumnya tak pernah terlintas perlahan sudah mulai berani memayungi awan dengan gagahnya. Pohon Mahoni yang beberapa waktu lalu meranggaskan anak-anak daun sudah mulai bersemi kembali membawa hiasan tunas-tunas daun baru di setiap cabang dan ranting pohon itu.

Bulan Agustus beranjak tapi pasti meninggalkan aku, berbagai cerita yang tertoreh dalam lembaran kisah itu pasti kan kutinggalkan. Datang dan pergi, ketemu dan pisah, panas dan dingin atau anonim apalagi yang kan aku rangkum dalam kosakata hidupku. Yang pasti, saat ini berbagai harapan, mimpi masih terus menari dalam otak dan benakku, menunggu kepastian akan hadirnya sang waktu untuk mengurainya menjadi sebuah aksi. Keterbatasan dengan segala embel-embelnya adalah musuh utama yang harus aku lawan dan musnahkan. Ketika diri ini merasa menjadi kerdil karena alasan itu, membatasi dengan angkuhnya antara logika dan kenyataan yang pada akhirnya menjadikan aku enggan untuk melangkah menapak hidup ini dalam kepastian. Entahlah, keterbatasan itu ibarat musuh dalam ragaku yang selalu menelanjangi diri ini dalam keterpurukan. 

Doaku, semoga September kan hadirkan kesejukan. Mendungpun tidak hanya menjadi penghias awan tapi justru akan melahirkan beribu rintik-rintik harapan, bergemuruh membawa benih-benih kedamaian menghapus debu dan pengap yang selama ini membayang. Kesejukan adalah pupuk terbaik yang akan menggemukkan gelora semangatku untuk bangkit kembali. Memang semua masih ada dalam rangkaian mimpi, belum terejawantahkan dalam binar-binar kebahagiaan yang mewujud. Tapi aku yakin, dari mimpi itulah secara perlahan hidupku akan memperoleh satu kepastian. Kepastian untuk melangkahkan kaki ini menuju tujuan hidupku yang sebenarnya. 

Kampungku terasa mulai lengang setelah beberapa hari meradang dalam terik. demikian juga dengan Lebaran, Agustus, September yang hanyalah sebuah perputaran simbol secara terus menerus. Datang dan pergi tanpa bisa kita halangi, meninggalkan berbagai kisah yang senantiasa merunutkan cerita-cerita tanpa episode penghabisan. Kemarin adalah sejarah saat ini, demikian pula esok yang akan menisbatkan saat ini sebagai sebuah sejarah....... dan mati. 

Semoga esok kan lebih baik, seperti adanya Semoga akhiratku lebih baik dari dunia ini..... aminnn.

0 comments:

Posting Komentar

 

Pengunjung

free counters

Tayangan